Ekowisata dan Etnobotani dalam Kacamata Peneliti BRIN

 


Editor Resa Eka Ayu Sartika

Oleh: Syaiful Azhary, Wawan Sujarwo, Linda Wige Ningrum

PENGEMBANGAN ekowisata yang salah dan tanpa disertai peningkatan sistem pengetahuan masyarakat lokal akan berujung pada eksploitasi dan kerusakan lingkungan.

Pengembangan potensi alam berupa hutan di Indonesia sebagai daerah tujuan wisata alam harus berorientasi pada pelestarian alam dan dikelola secara berkelanjutan.

Saat ini di setiap daerah berlomba lomba untuk mengembangkan daerahnya menjadi daerah tujuan ekowisata di Indonesia. Berbicara ekowisata dan etnobotani tidak lepas dari pemanfaatan jenis jenis tumbuhan di alam khususnya hutan Indonesia oleh masyarakat lokal.

Jangan sampai pengembangan ekowisata nantinya justru akan mengeksploitasi alam tanpa memikirkan keberlanjutan dan pelestarian yang dapat merugikan masyarakat. Untuk itu, perlu dipahami konsep dasar, ruang lingkup, tujuan, tantangan, dan upaya pengembangan etnobotani di Indonesia.

Penulis merupakan Pranata humas Kawasan Konservasi Ilmiah Kebun Raya Purwodadi BRIN akan mambahas kegiatan ekowisata dalam kajian etnobotani dengan berkolaborasi dengan Wawan Sujarwo dan Linda Wige Ningrum Peneliti Pusat Riset Ekologi dan Etnobiologi (PREE) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dari dua sudut pandang yang berbeda.

Menurut Wawan Sujarwo, Ketua Kelompok Riset Etnobotani PREE BRIN, kegiatan wisata alam dengan pelestarian alam memiliki hubungan yang erat.

Pengembangan wisata berbasis potensi alam harus tetap menjaga kelestarian dan digali keunikannya dengan tetap memegang teguh konsep pengembangan daerah tujuan wisata alam yang berkelanjutan.

Secara garis besar, studi etnobotani di Indonesia memiliki lima peran dan potensi penting dalam kegiatan ekowisata dilihat dari aspek konservasi, ekonomi, dan sosial budaya.

Peran dan potensi penting itu meliputi pengungkapan pengetahuan lokal dan kearifan lokal serta kecerdasan lokal di dalam mengelola keanekaragaman jenis tumbuhan, memperkuat masyarakat dalam pengelolaan kekakayaan hayati tumbuhan dan ekosistemnya, mendukung pelestarian hutan dan ekosistem serta budaya, memberikan data potensi sumber daya alam dan ekosistem, dan mengungkapkan data ilmiah dari kearifan lokal.

Beberapa faktor pemicu yang dapat mempercepat terjadinya kehilangan kekayaan hayati dan pengetahuan etnobotani yang tergolong direct drivers meliputi aspek perubahan pemanfaatan lahan, eksploitasi tumbuhan yang berlebihan, perubahan iklim, polusi, jenis-jenis invasif, politik, dan kebijakan.

Profesor riset bidang Etnobotani ini juga menekankan bahwa Studi etnobotani memiliki peluang untuk mendukung perkembangan IPTEK dan inovasi maupun ekowisata melalui pengungkapan nilai-nilai lokal yang unggul yang dapat menjadi dasar pengembangan selanjutnya.

Pendekatan penelitian etnobotani tidak cukup hanya melakukan pendekatan EMIK dan ETIK saja.

Perlu adanya analisis holistik melalui pendekatan multi-, inter-, dan trans-disipliner untuk meningkatkan kualitas sumber daya tumbuhan dan lingkungannya supaya lebih berdaya guna dan menguntungkan secara ekonomi, ekologi dan sosial budaya.

Kegiatan konservasi sumberdaya tumbuhan dan ekosistemnya yang dilakukan masyarakat perlu dilakukan secara bijak agar dapat tercipta kemakmuran bersama dan dapat memberikan jaminan keberlanjutan nilai guna sumber daya tumbuhan beserta ekosistemnya.

Sumber: Kompas

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama