Tentang Kami

Sejarah Etnobotani Indonesia dan Lahirnya PMEI

Sebenarnya di Indonesia penelitian etnobotani telah diawali oleh seorang ahli botani Rumphius pada abad XVII dalam bukunya “Herbarium Amboinense” telah menulis mengenai tumbuh-tumbuhan di Ambon dan sekitarnya. Dalam uraian isinya, buku ini lebih mengarah kepada ekonomi botani. Seabad kemudian tepatnya pada tahun 1845 Hasskarl telah menyebutkan dalam bukunya mengenai kegunaan lebih 900 jenis tumbuhan Indonesia.

Setelah masa kolonial etnobotani telah mendapat perhatian yang cukup menggembirakan terutama oleh pakar botani dan antropologi. Namun demikian perhatian para pakar tersebut belum menyentuh hakekat etnobotani itu sendiri. Penelitian yang dilakukan hanya merupakan kulit dari etnobotani. Para peneliti di Indonesia hanya mengungkapkan kegunaan berbagai jenis tumbuhan yang dimanfaatkan oleh berbagai kelompok masyarakat dan etnik saja tanpa melakukan bahasan interdisipliner seperti yang dituntut etnobotani masa kini. Hal ini disebabkan kurangnya pemahaman para peneliti kita tentang cakupan ilmu etnobotani. Sebagian besar para ilmuwan memandang etnobotani hanya pada pengertian pemanfaatan berbagai jenis tumbuhan yang ada di sekitarnya. Seperti yang terungkap pada Seminar Nasional Etnobotani ke III yang di selenggarakan di Bali tahun 1998. Oleh karena itu untuk mengembangkan etnobotani perlu dilakukan persamaan pandangan dan persepsi mengenai cakupan bidang ilmu etnobotani. Sehingga data yang diperoleh akan menjadi jembatan untuk pengembangan selanjutnya seperti penelitian tumbuhan obat dan potensi dan kandungan senyawa kimianya, sehingga akan menjadi dasar dalam pengembangan bioteknologi. Sebagai contoh adalah pengungkapan potensi suatu jenis tumbuhan yang unggul (tahan hama dan penyakit, tahan kekeringan, misalnya), merupakan bahan sumber genetik bagi pemuliaan tanaman dan rekayasa genetika untuk perbaikan suatu jenis tanaman.

Pengungkapan pengetahuan tradisional tentang pemanfaatan tumbuhan sebagai bahan obat-obatan ini sangat menguntungkan baik secara ekonomis maupun waktu. Kita dapat membayangkan berapa besarnya biaya dan lamanya penelitian untuk mendapatkan senyawa kimia baru bahan aktif obat-obatan modern seandainya tanpa adanya pengetahuan tradisional ini.

Perkembangan etnobotani sebagai suatu bagian dari institusi diawali dengan pengumpulan artefak dari berbagai wilayah di Indonesia dan kemudian didirikannya Museum Etnobotani pada tanggal 18 Mei 1982. Selanjutnya dibentuk kelompok penelitian etnobotani dibawah Bidang Botani, Pusat Penelitian Biologi LIPI. Untuk memasyarakatkan etnobotani kepada para ilmuwan dan masyarakat pemerhati bidang etnobotani dilakukan seminar dan lokakarya secara berkala setiap 3-5 tahun sekali yang membahas Perkembangan Etnobiologi di Indonesia. Seminar ini telah diselenggarakan lima kali sejak tahun 1992, dan terakhir pada Desember 2020 yang dilakukan secara daring akibat pandemi Covid-19.

Pada bulan Mei tahun 1998, diselenggarakan seminar nasional Etnobotani ke III di Bali dan pada kesempatan tersebut terbentuklah “Perhimpunan Masyarakat Etnobiologi Indonesia.” PMEI memfokuskan kegiatannya untuk memajukan ilmu dan pengetahuan Etnobiologi di Indonesia; untuk mengungkapkan berbagai pengetahuan lokal tentang sumber daya alam hayati guna menunjang pengembangan dan pengelolaan sumberdaya alam hayati yang memiliki nilai tambah dan lestari. Sebagai sarana komunikasi hasil penelitian dan pemasyarakatan ilmu etnobotani, maka pada tahun 2004 Perhimpinan Masyarakat Etnobiologi Indonesia bekerjasama dengan Laboratorium Etnobotani, Pusat Penelitian Biologi LIPI menerbitkan “Journal of Tropical Ethnobiology”.

Perkembangan yang menggembirakan adalah adanya intensifikasi penelitian etnobiologi dan perhatian perguruan tinggi yang memberikan kesempatan melalui pengajaran mata kuliah etnobotani, ekonomi botani, etnoekologi, fitokimia tradisional, dan klasifikasi tradisional di program sarjana dan pasca sarjana. Ketertarikan beberapa mahasiswa pasca sarjana yang berasal dari beberapa universitas di luar Jawa dapat memberikan kontribusi yang besar dalam mengembangkan etnobotani di Indonesia. Pengungkapan pengetahuan tradisional masyarakat Indonesia tentang pengelolaan keanekaragaman hayati dan lingkungan, perlu segera dilakukan sebelum pengetahuan tersebut hilang terkikis oleh arus globalisasi. Untuk itu studi etnobiologi harus mampu mengungkapkan keilmiahan pengetahuan lokal yang dimiliki masyarakat, sehingga pengetahuan tersebut mampu menjawab tantangan perubahan dan bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sehingga pengetahuan lokal tersebut dapat dijadikan tonggak pengelolaan sumber daya hayati yang bermanfaat dan lestari.
Posting Komentar (0)