Mengungkap Riwayat Saninten dan Tungurut di Desa Penyangga Taman Nasional Gunung Halimun Salak

Rumah Paranet Sederhana Sebagai Pembibitan Tradisional Saninten dan Tungurut Milik Warga Setempat

 
Oleh: Elbibiya Izzul Penidda, Maura Sabrina

Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) terus membuka kesempatan riset melalui kegiatan Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) bagi para mahasiswa dari perguruan tinggi di Indonesia. Pelaksanaan kegiatan tersebut bertepatan dengan Pusat Riset Ekologi dan Etnobiologi BRIN yang telah menandatangani kerjasama dengan Perhimpunan Masyarakat Etnobiologi Indonesia (PMEI) untuk menyelenggarakan kegiatan diseminasi dan penelitian mengenai etnobiologi di Indonesia. Ada dua mahasiswa MBKM yang terlibat dalam program MBKM BRIN khususnya di Kelompok Penelitian Etnobotani, yang berasal dari Universitas Diponegoro dan Universitas Jenderal Soedirman, yang dibimbing langsung oleh Peneliti Ahli Utama BRIN sekaligus Direktur Eksekutif PMEI, Dr. Wawan Sujarwo.

Pada kegiatan tersebut, kedua mahasiswa disarankan untuk melakukan penelitian pendahuluan di wilayah Desa Penyangga Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) dengan topik etnobotani spesies saninten (Castanopsis argentea) dan tungurut (Castanopsis tungurrut). Fokus penelitian etnobotani yang dilakukan adalah mengkaji mengenai penyebab kelangkaan kedua spesies serta upaya konservasinya, termasuk teknik perbanyakan dan perlindungannya. Hasil studi pendahuluan ini, nantinya akan dilanjutkan menjadi tugas akhir kedua mahasiswa sebagai salah satu syarat wajib untuk mendapatkan gelar sarjana.

Saninten (Castanopsis argentea) dan Tungurut (Castanopsis tungurrut) adalah jenis tumbuhan dengan status IUCN Endangered (EN) atau terancam punah. Studi terdahulu mengungkapkan bahwa kedua spesies mengalami penurunan populasi pada tiga generasi terakhir. Tak heran jika saninten (Castanopsis argentea) menjadi spesies langka yang juga dilindungi oleh Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 92 Tahun 2018. Dipilihnya lokasi studi di Desa Penyangga Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) dikarenakan kedua spesies merupakan jenis asli TNGHS dan keberadaannya rentan karena bersinggungan langsung dengan masyarakat lokal. Studi terdahulu mengungkapkan bahwa masyarakat lokal Desa Penyangga TNGHS banyak yang memanfaatkan kedua spesies tersebut. Kayu saninten (Castanopsis argentea) dan tungurut (Castanopsis tungurrut) diketahui memiliki kualitas yang bagus dan berpotensi sebagai bahan bangunan, sedangkan biji dari buah saninten dan tungurut memiliki rasa yang enak sehingga banyak dimanfaatkan oleh masyarakat setempat sebagai camilan. Oleh karena itu, akan sangat menarik jika studi ini dapat mengungkapkan realita yang ada di lapangan berdasarkan pengetahuan masyarakat lokal.

Daur hidup alami saninten (Castanopsis argentea) dan tungurut (Castanopsis tungurrut) yang dirasa lambat mendorong adanya perkembangbiakan buatan. Sudah ada penelitian yang memuat teknik perbanyakan untuk kedua spesies secara modern. Namun, perbanyakan dengan metode tersebut masih terkendala banyak permasalahan sehingga persentase hidupnya tidak sepenuhnya berhasil. Hal tersebut membuka peluang agar pengetahuan masyarakat lokal mengenai konservasi saninten (Castanopsis argentea) dan tungurut (Castanopsis tungurrut) perlu digali dan diwujudkan melalui teknik perbanyakan lokal. Upaya konservasi yang dilakukan oleh masyarakat lokal penting untuk didokumentasikan karena praktik atau kebiasaan yang didasarkan pada pengetahuan lokal di duga dapat mendukung upaya konservasi dikarenakan lebih mengacu pada nilai-nilai dan keyakinan individu atau kelompok dalam mengembangkan suatu lingkungan secara historis, konsepsi maupun persepsi oleh masyarakat setempat.

Hasil studi diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan untuk pengelolaan kedua spesies tersebut agar keberadaannya tetap lestari. Selain itu, diharapkan dapat menjadi bahan evaluasi serta kontemplasi untuk diri sendiri agar dapat menjaga kelestarian sumber daya hayati sebagai warisan untuk anak cucu kita.

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama